Bukan pangeran, bukan penunggang kuda putih, bukan yang datang dengan membawa setangkai mawar merah merekah atau sebatang cokelat mahal, bukan yang pandai berlisan tanpa berani bertindak, bukan yang terlalu mengedepankan penampilan, bukan memang bukan. Beliau yang berani membuat janji dengan kedua orang tua kemudian mengutarakan maksud kedatangannya. Yang niatnya datang seorang diri, tapi ibunya merajuk membersamai. Yang malah ditinggal kabur oleh anak perempuan pemilik rumah. Yang dihina – hina (majas hiperbola:on) oleh ibunya sendiri di depan calon orang tua dan calon mahramnya kala itu. Yang mau berusaha memenuhi mahar 78 ayat itu. Yang ternyata lebih unik dari yang saya kira sebelumnya. Yang telah lama meninggalkan arti sebuah harga diri di mata manusia. Yang sangat mencintai ibunya. Yang susah sekali untuk saya imbuhkan “mas” di depan namanya kala itu. Saya mencintai jenengan karena Allah, mas Much Ikhwan Wahyu Praramadhan 🙂
-
Recent Posts
Archives
Categories
Meta
ada yang mlipir
- 5,597